Selasa, 23 Oktober 2018

Belajar dari Pentingnya PENDIDIKAN ala Ciputra untuk batu loncatan kemajuan


Ia masuk kelas 3 SD di desa Bumbulan walau usianya sudah 12 tahun atau terlambat hampir 4 tahun. Ketika usianya 16 tahun lulus dari SD kemudian melanjutkan SMP di Gorontalo dan jenjang SMA di Menado setelah itu memasuki ITB jurusan arsitektur di Bandung. Terlambat tapi bukan berarti terhambat bukan?

Perjalanan Pendidikan dan awal mula bisnisnya 


Perjalanan bisnis Ciputra dirintis sejak masih menjadi mahasiswa arsitektur Institut Teknologi Bandung. Pada tingkat IV, ia, bersama dua temannya, Ismail Sofyan dan Budi Brasali, teman kuliahnya, sekitar tahun 1957 mendirikan PT Daya Cipta. Yakni usaha konsultan arsitektur bangunan berkantor di sebuah garasi Bersama. Biro arsitek milik ketiga mahasiswa tersebut, sudah memperoleh kontrak pekerjaan lumayan untuk masa itu, dibandingkan perusahaan sejenis lainnya. Proyek yang mereka tangani antara lain gedung bertingkat sebuah bank di Banda Aceh.. Saat itu, ia pula sudah menikahi Dian Sumeler, yang dikenalnya ketika masih sekolah SMA di Manado. Tahun 1960 Ciputra lulus dari ITB dan meraih gelar insinyur kemudian mereka pindah Ke Jakarta tepatnya di Kebayoran Baru. Kala itu ia belum punya rumah. Sehingga harus i berpindah-pindah dari losmen ke losmen’ tutur Nyonya Dian, ibu empat anak. Tetapi dari sinilah awal sukses Ciputra.

Keseluruhan pendidikan masa remaja Dr. Ir. Ciputra memang merupakan gabungan dari pendidikan yang akademis dan juga non akademis, di dalam kelas dan juga di luar kelas. Inilah yang dapat disebut sebagai sekolah kehidupan yang membuat seseorang tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan utuh. Oleh karena itu tidak heran bila saat ini ia berpendapat bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang membangun manusia seutuhnya dan beberapa cirinya adalah membangun moral, mendorong kreativitas dan mendidik karakter-karakter mandiri siswa-siswinya.


Kejar Prestasi sebagai langkah awal untuk maju


Ciputra selalu haus prestasi. Bagi dia, ukuran sukses seseorang bukanlah jumlah kekayaan yang dimilikinya, tetapi prestasi yang telah dihasilkannya yang bermanfaat bagi orang banyak. Selain jago matematika, prestasi awal yang pernah dicapainya adalah sebagai atlet lari nasional. Dia pernah mewakili Sulawesi Utara, tanah kelahirannya, di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON). Dari olahraga lari, muncullah moto awal yang diyakininya hingga sekarang, yaitu “untuk bisa maju, kau tak perlu mengalahkan orang lain, cukup kau taklukkan diri sendiri”.
Dalam setiap perjuangan, gerak dan langkah Ciputra berorientasi pada prestasi. Dari pengalaman hidupnya, prestasi mampu mengangkat derajat seseorang dan mampu membentuk serta meningkatkan rasa percaya diri. Ciputra yang merupakan anak dusun dan miskin mampu membuktikan diri sebagai orang yang berhasil, mampu menciptakan keajaiban bagi diri sendiri dan menularkannya kepada orang lain.

Sebagai wujud sumbangsih Ir. Ciputra terhadap kemajuan pendidikan Tanah Air Indonesia maka Ir. Ciputra merintis dan mendirikan  3 Sekolah yaitu Universitas Tarumanegara (UNTAR Jakarta), Universitas Prasetia Mulya (UMP) dan Sekolah Ciputra (SD-SMU) di Surabaya, memaparkan fakta-fakta statistik bahwa Lowongan CPNS untuk 950 orang diikuti oleh para pencari kerja sebanyak 39.622 orang penganggur. Jadi 1 kursi diperebutkan 40 orang pencari kerja. Beliau telah berkecimpung dalam dunia bisnis selam 50 tahun dan memiliki 32 perusahaan di Indonesia dan Mancanegara.

Kamis, 27 September 2018

Tempaan Keras Masa Kecil Ciputra | Biografi Ciputra


Dr. Ir. Ciputra lahir di kota kecil Parigi, Sulawesi Tengah pada tanggal 24 Agustus 1931 dengan nama Tjie Tjin Hoan, ia anak ke 3 dari pasangan Tjie Sim Poe dan Lie Eng Nio yang juga berlatar belakang keluarga sederhana.

Kedua orang tuanya adalah seorang pedagang kelontong di Desa Bumbulan.

Jiwa Dagang Yang Dipupuk sejak Kecil


Sejak kecil, ia telah membantu orang tuanya berdagang, sehingga telah terbiasa bermain sambil berdagang. Lingkungan keluarganya sukses menciptakan lingkungan entrepreneurial.
Orang tuanya adalah sosok pedagang kecil yang sangat menghargai pelanggannya. Hal tersebut memberikan pengaruh kepada Ciputra sejak ia kecil untuk bekerja keras, integritas, persistensi, dan memiliki determinasi dalam hidup.

Masa kanak-kanak Ciputra sendiri tidak begitu beruntung. Bungsu dari tiga bersaudara ini, di usia enam hingga delapan tahun diasuh oleh tante-tantenya yang cukup “bengis”. Ia selalu diberi pekerjaan yang berat atau menjijikkan, semisal membersihkan tempat ludah.
Tetapi, ketika menikmati es gundul (hancuran es diberi sirup), para tantenyalah yang terlebih dahulu mencecap rasa manisnya. Ia menilai hal tersebut sebagai hikmah tersembunyi dimana jiwa dan pribadinya digembleng.

Ia terbiasa memburu binatang hutan dengan tombak dan 17 ekor anjing yang kemudian dikonsumsi, dan selebihnya dijual untuk membantu menopang ekonomi keluarga. Tidur sendiri di tengah kebun demi menjaga ladang adalah salah satu tugas yang biasa dilakukannya.
Di tahun 1944, ayahnya ditangkap oleh tentara pendudukan Jepang karena dituduh sebagai anti-Jepang dan tidak pernah kembali lagi. Praktis, ibunya yang mengasuhnya penuh kasih menjadi orang tua tunggal yang harus membanting tulang menghidupi keluarga.

Sejak itu pula Ci harus bangun pagi- pagi untuk mengurus sapi piaraan, sebelum berangkat ke sekolah. Keluarga Ciputra hidup dari hasil ibunya berjualan kue kecil-kecilan


Keterlambatan Sekolah Bukan penghalang untuk maju

Kepahitan masa kecil telah menimbulkan tekad dan keputusan penting yaitu memiliki cita-cita bersekolah di Pulau Jawa demi hari depan yang lebih baik, bebas dari kemiskinan dan kemelaratan. Akhirnya Dr. Ir. Ciputra kecil kembali ke bangku sekolah walau terlambat. Ia terlambat karena negara kita masih dalam suasana peperangan dengan tentara Belanda maupun Jepang. Ia masuk kelas 3 SD di desa Bumbulan walau usianya sudah 12 tahun atau terlambat hampir 4 tahun.
Di usia remaja, keadaan memaksanya menjadi seorang pengusaha kecil untuk menyambung hidup. Ia menjual hasil pertanian dan perburuan.

Ia terbiasa membuat topi dau daun yang kemudian dijual di masyarakat. Keadaan inilah yang semakin menempa benih-benih entrepreneurshipdi dalam jiwanya.
Perjuangannya untuk bersekolah sendiri tidaklah mudah. Saat menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD), ia harus berjalan kaki sepanjang tujuh kilo meter tidak menggunakan alas kaki di pagi buta.
Sepulang sekolah, terik matahari dan hujan lebat seringkali menjadi teman perjalanannya diiringi perut kosong. Penderitaan itu tidak melunturkan semangatnya bahwa pendidikan nantinya akan membebaskan dari himpitan kemiskinan dan kemelaratan.

Ketika usianya 16 tahun lulus dari SD kemudian melanjutkan SMP di Gorontalo dan jenjang SMA di Menado setelah itu memasuki ITB jurusan arsitektur di Bandung. Terlambat tapi bukan berarti terhambat bukan?
Ikuti perjalanan hidup selanjutnya, bagaimana Ir. Ciputra memiliki cita-cita dan impian setinggi langit untuk mengenyam pendidikannya

Diolah dari berbagai sumber ; swa.co.id, http://digilib.uinsby.ac.id